Kultsum terlahir pada usia kandungan 34 minggu dengan berat 1,8 kg. Sejak awal diberi asi, Kultsum tidak mau menelan dan asi yang diberikan ia muntahkan. Berdasarkan pernyataan bidan di tempat kelahiran Kultsum, hal yang Kultsum lakukan merupakan hal yang wajar.
Dikarenakan kondisi Kultsum berbeda dengan kedua kakaknya, orangtua Kultsum pun akhirnya membawa Kultsum ke sebuah rumah sakit. Dokter langsung mengarahkan Kultsum untuk menjalani pemeriksaan darah lengkap, dan ditemukan hasil Kultsum pun menjalani perawatan di rumah sakit selama 2 minggu. Setelah itu, dokter mendiagnosa Kultsum sebagai penyandang Down Syndrome disertai kebocoran jantung, permasalahan pencernaan, serta Thalasemia Minor
Kedua orangtua Kultsum meyakini bagaimana pun kondisi Kultsum, ia tetap memiliki hak untuk mengakses pendidikan yang baik. Setelah ditolak oleh 2 sekolah inklusi, dan menabung selama 1 tahun untuk persiapan sekolah Kultsum, akhirnya biaya pun terkumpul. Tidak sampai disitu, 5 bulan sebelum pendaftaran sekolah Kultsum, kakak Kultsum jatuh sakit dan terdiagnosa Lupus. Namun demikian, Ayah Kultsum yang berprofesi sebagai guru honorer dan ibunya yang merupakan ibu rumah tangga, tetap mengusahakan agar Kultsum dapat mendapatkan pendidikan yang layak